Thursday, May 10, 2007

Renungan 10 May

"Tinggallah di dalam kasihKu"

(Kis 15:7-21; Yoh 15:9-11)

Ign.Sumarya SJ

"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh" (Yoh 15:9-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Kita semua berasal dari kasih dan hanya dapat tumbuh berkembang seperti saat ini kiranya hanya dan oleh kasih. Dengan kata lain sampai kini atau selama ini kita sungguh telah menerima kasih secara melimpah ruah dari Allah melalui orangtua maupun sanak-kerabat serta sesama kita. Memang menjadi pertanyaan: apakah kita telah menuruti atau melaksanakan perintah, nasihat atau saran dari mereka itu, sebagai tanda bahwa kasih mereka tidak sia-sia, melainkan menjadi nyata atau berbuah dengan tindakan-tindakan atau perilaku kasih kita? "Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal di dalam kasihKu", demikian sabda Yesus. Mentaati perintah merupakan perwujudan kasih atau terima kasih kepada yang memberi perintah. 'Tinggal di dalam kasih Yesus Kristus atau Tuhan' berarti kita hidup saling mengasihi, dan karena masing-masing dari kita berasal dari kasih atau buah kasih kiranya panggilan untuk saling mengasihi tidak sulit: bertemu dan bergaul dengan sesama berarti kasih bertemu/bergaul dengan kasih. Mungkin baik kita ingat bahwa setiap kali menerima 'sesuatu' dari orang lain kita senantiasa menjawab 'terima kasih', berarti apa yang diberikan atau disampaikan kepada kita dalam bentuk apapun, entah itu sapaan, perintah, barang, uang, tegoran, kemarahan dst.. adalah kasih. Ketika kita sungguh menghayati apa yang kita katakan 'terima kasih' maka apa yang disampaikan atau diberikan kepada kita dalam bentuk apapun hemat saya enak adanya alias kita senantiasa bersukacita adanya dan dengan demikian semakin 'diberi atau disapa' orang lain berarti 'sukacita kita semakin menjadi penuh'. Pandanglah, sikapilah aneka yang datang pada diri kita dengan kasih, maka apapun yang mendatangi kita akan membuat sukacita kita semakin penuh.

· "Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman.Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah" (Kis 15:9.19) Beriman tidak identik dengan beragama, maka Gereja Katolik menyatakan bahwa " mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta GerejaNya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendakNya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal" (Vatikan II: LG no 16). Beriman berarti melaksanakan kehendak Allah dengan perbuatan nyata, maka Yakobus berkata : "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yak 2:17). Yang selamat, damai sejatera adalah yang beriman bukan yang beragama, memang orang beragama diharapkan semakin beriman jika menghendaki selamat dan damai sejahtera, yaitu dengan melaksanakan atau menghayati ajaran-ajaran agama dengan dan dalam perbuatan-perbuatan nyata sehari-hari. Perbuatan nyata yang dimaksudkan tentu saja perbuatan baik dan apa yang disebut baik senantiasa berlaku umum atau universal, tidak terbatas oleh ruang dan waktu maupun SARA. Perbuatan baik dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapanpun juga. Maka saran dari para rasul 'bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah' hendaknya kita hayati dalam hidup sehari-hari dengan tidak menimbulkan kesulitan bagi sesama dan saudara-saudari kita untuk berbuat baik. Hendaknya birokrasi atau aneka peraturan jangan menimbulkan kesulitan bagi orang untuk berbuat baik, maka dari itu jika ada birokrasi atau peraturan yang menimbulkan kesulitan atau menghambat untuk berbuat baik harus didobrak atau dirubah. Birokrasi atau peraturan merupakan sarana untuk mempermudah/ fasilitator untuk berbuat baik, bukan untuk mempersulit dan menghambat. Dengan ini kami berharap kepada para petinggi atasan atasan hendaknya secara flesibel dan adaptif dalam memperlakukan atau mengaplikasikan aneka peraturan atau tananan hidup bersama.

"Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan -Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa." (Mzm 96:1-3)

Jakarta, 10 Mei 2007

No comments: