Wednesday, April 25, 2007

Kenapa doa bapa kami berbeda?

diambil dr sebuah milis:

Dear Friends...

ada sebuah pertanyaan yang agak membuat saya berpikir. Pertanyaan tersebut adalah kenapa doa Bapa Kami di Katolik tidak sama dengan yang ada di Alkitab? dan kenapa juga kata-kata terakhir ("karna engkaulah yang empunya kerajaan surga.....") tidak disebutkan?
Pertanyaan tersebut sering diajukan oleh umat kristen dari denominasi2 protestan. Dan jujur aja saya sampai sekarang belum tau apa sebabnya doa Bapa Kami di Gereja Katolik itu berbeda.
Ada yang bisa membantu saya menemukan jawabannya?

............ ......... ........

trus gimana dengan kata2 "berilah kami rejeki pada hari ini"? bukankah di alkitab bahasa indonesia yang qta punya gak seperti itu? Trus dimana doa asli yang kamu sebut? apakah di manuskrip awal alkitab dalam bahasa yunani atau dalam vulgate? tolong doooongg....



-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Jawaban:


Setelah ada sekian banyak jawaban, kalau masih juga ada yang mengganjal atau belum puas, saya menyumbangkan tambahan pertimbangan atau informasi sekitar Doa Bapa Kami (BK), atau Doa Tuhan itu. (Pertanyaan Albee saya kumplkan di bawah)
Pertama, soal mengapa rumusan Doa BK yang dipakai di Gereja Katolik (GK) kok tidak sama dengan yang di Alkitab.
a. Menjawab pertanyaan tersebut tidak serta merta mudah dan menyelesaikan soal. Karena dalam Alkitab pun ada dua versi doa BK yang keduanya inti pokoknya sama, tetapi kelengkapan katanya tidak sama. Bandingkan Mat 6:9-13 dg Luk 11:2-4.
Maka yang dimaksudkan dengan istilah "menurut Alkitab" atau menurut Injil itu yang mana?
b. Kalau kemudian menyoal "kenapa juga kata-kata terakhir ("karna engkaulah yang empunya kerajaan surga.....") tidak disebutkan?" --- Jawabannya masih bisa sama. Doa BK versi Lukas memang tidak ada tambahan itu. Dus kalau jaman awal Gereja Perdana, saat para penulis suci itu menuliskan manuskrip yang sekarang kita sebut Injil itu juga telah terjadi perbedaan, karena yang satu memasukkan kata itu dan yang lain tidak, maka tidak cukup alasan untuk menyimpulkan doa dari GK tidak setia kepada Alkitab dan BK gereja lainnya setia, hanya karena kata yang ada dalam Mateus itu saja. Doa tanpa "karna engkaulah yang empunya kerajaan surga....." masih tetap biblis, atau tidak berlawanan dengan yang ada dalam Alkitab.

Kedua, soal bunyi doa BK versi GK "berilah kami rejeki pada hari ini" .... tidak cocok dengan Alkitab?
Mungkin lebih tepat kesimpulan itu seharusnya berbunyi: Kok doa BK yang dipakai GK Indonesia tidak sama dengan doa BK yang ada dalam Alkitab bahasa Indonesia sekarang?
Jawabannya rumit, ruwet dan panjang. Karena menyangkut sejarah perkembangan gereja dan kerjasama terjemahan Alkitab antara LBI dan LAI; dan di samping itu juga soal pembaharuan penterjemahan bunyi teks Alkitab secara kontekstual sesuai dengan perkembangan pola bahasa masyarakat real. Maksud saya, versi terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia ini saja ada banyak sekali. Yang hasil kerjasama saja ada banyak. Belum lagi bahwa dahulu LBI memiliki terjemahan sendiri dan LAI atau penerbit Alkitab lain juga memiliki terjemahan sendiri. Nah tidak serta merta kalau ada terjemahan baru Alkitab lalu semua gereja harus dan mau mengubah doa BK yang sudah mereka pakai agar sama dengan terjemahan baru itu.
Mengapa saya menjawab seperti itu.
Persoalan pokoknya memang terletak pada soal penterjemahan itu dan siapa yang menterjemahkan. Dalam GK yang menterjemahkan doa-doa Liturgis adalah Komisi atau Panitia Liturgi yang memperhitungkan rasa religiusitas masyarakat setempat. Sementara Komisi yang membawahi bidang pengadaan Kitabsuci mempunyai standard penterjemahan yang berbeda, karena tulisan itu pun dimaksudkan untuk sasaran dan kemungkinan efek yang timbul yang berbeda pun menjadi pertimbangan di dalamnya.

Simpelnya. Kalau kita simak doa BK yang dipakai dalam GK di luar Indonesia kita akan menemukan bahwa isinya amat Biblis.
Contoh:
- Inggris: "give us this day our daily bread"
- Italia: "Daci oggi il nostro pane quotidiano"
- Latin: "Panem nostrum cotidiaanum da nobis hodie"
atau kalau di GK Indonesia tetapi dalam bahasa Jawa: "Abdi dalem sami nyadong paring Dalem rejeki kangge sapunika" atau terjemahan baru "Kawula sami nyuwun rejeki kangge sapunika"

Nah, siapa yang pakar menterjemahkan kalimat-kalimat di atas, silahkan. Dan rasanya semua masih biblis: berilah kami hari ini rejeki kami; berilah kami hari ini roti (rejeki, makanan) harian kami. Berilah kami rejeki untuk hari ini. ......

Lalu mengapa kok yang dipakai dalam GK hari ini beda dengan yang dipakai di GK luar itu?
Sekali lagi problemnya untuk menterjemahkan suatu doa, suatu komunikasi iman kita manusia kepada Allah, maka harus melihat konteks iman atau rasa dan pola hidup religiusitas setempat. Doa dalam liturgi bisa menjadi lebih luwes dari format hukum atau Kitab. Begitulah adanya.

Kalau sempat menonton film "Bethelehem van Java" - saat para misionaris datang ke Indonesia di abad 19 pun belum tersedia Alkitab lengkap dalam bahasa Indonesia seperti sekarang. Sementara umat membutuhkan doa yang langsung harus tersedia untuk dipakai. Dipakai mengajar dan mengajari berdoa dan meneruskan nilai dan isi iman. Maka romo Van Lith pun membuat terjemahan. Ternyata terjemahan romo misionaris di Muntilan itu beda dengan yang di Mendut. Kok bisa? Ya memang karena waktu itu belum ada Komisi Liturgi kayak sekarang. Belum ada buku doa yang telah diresmikan oleh Uskup atau otoritas resmi gerejawi lain. Maka para misionaris dengan niat baik mencoba untuk menterjemahkan doa yang ada di negara asal mereka.
Nah, penguasaan bahasa, penguasaan rasa budaya akan mempengaruhi bunyi dan kelengkapan kalimat dalam suatu terjemahan. Dan itulah terjemahan. Tidak bisa menggunakan kamus dan kaku-kakuan.
Bandingkan kalau kita lihat film Barat yang diputar di Indonesia kita akan menemukan terjemahan bukan harafiah, tetapi komunikasi aktual. Seruan "Jesus" atau "Oh my God" --- lha diterjemahkan "Astaga" - kan? Apakah salah? Apakah si penterjemah tidak tahu padanan 4 kata itu dalam bahasa Indonesia?
Itulah terjemahan! Kalau seruan di film itu diterjemahkan "Yesus" atau "O Allahku" - malah ekspresi real yang mereka sampaikan keliru, karena bunyi seruan "O Allahku" di Indonesia adalah doa; sementara di aktor itu sedang berseru biasa saja tanpa mikirin Allah. Maka terjemahan "astaga" adalah terjemahan jitu.

Demikian tambahan masukan saya. Semoga tidak menambah bingung.
Akhirnya, tradisi doa GK yang berkembang di Indonesia ya memang itulah bunyi rumusan doa BK. Isi di dalamnya masih sama dan tepat sesuai dengan rasa rohani dan pola komunikasi kita orang Indonesia.

salam dan doa,

Yohanes Samiran SCJ

3 comments:

Corie dewi sartika said...

Maaf saya mau tanya,tp bukankah di alkitab kita tdk boleh menambahkan atau mengurangi isi alkitab,klo di kitab matius berbunyi berilah kami makanan yg secukupnya pada hari ini dan dilukas jg sama kenapa dirubah menjadi berikan kami rejeki pada hari ini,jelas ini mengubah isi alkitab pdhl alkitab itu tdk boleh di tmbahkan atau di kurangi mhon penjelasannya trmksh

Corie dewi sartika said...

Maaf saya mau tanya,tp bukankah di alkitab kita tdk boleh menambahkan atau mengurangi isi alkitab,klo di kitab matius berbunyi berilah kami makanan yg secukupnya pada hari ini dan dilukas jg sama kenapa dirubah menjadi berikan kami rejeki pada hari ini,jelas ini mengubah isi alkitab pdhl alkitab itu tdk boleh di tmbahkan atau di kurangi mhon penjelasannya trmksh

Khrs said...

Anda Bodoh. Karena Sebuah doa yg di rumuskan dengan Makna Sama tetapi dalam Kalimat berbeda itu bisa saja. Jangan terkurung dalam Sebuah buku.