Thursday, April 12, 2007

"LOVE ME LITTLE, LOVE ME LONG"

"Love Me Little, Love Me Long"
"Cintailah aku apa adanya, cintailah aku selama-lamanya"

Oleh: Elisa Marie, CSE

Kata-kata mutiara di atas terlukis dengan indah pada selembar kartu nikah
(wedding card), untuk sepasang pengantin baru yang berbahagia. Ungkapan tersebut bukanlah sekedar ungkapan biasa atau sekedar kata-kata yang indah,
akan tetapi dibalik kata-kata tersebut, terkandung suatu makna yang
mendalam. "Love me little, love me long", mau mengungkapkan penyerahan diri
yang total antara dua pribadi yang saling mencintai. "Cinta" suatu kata kata
yang sarat dengan makna. Cinta menyangkut sikap penerimaan terhadap yang
dicinta tanpa memandang kelemahannya. Dengan kata lain "menerima apa
adanya", dengan segala kelemahan dan kerapuhannya.

Cinta tidak dibatasi oleh waktu. Segala yang ada dan yang akan adaakan lenyap tetapi cinta tidak dapat lenyap. Banyak hal yang kita lakukan didunia ini; menyangkut segala kebutuhan, segala keinginan dan rencana kita,
namun di surga tempat kediaman kita selama-lamanya, kita hanya melakukan
cinta. Di surga abadi, kita hanya mencintai Sang Segala Cinta, Allahsendiri. Dari kekal hingga kekal cinta tak termusnahkan.

CINTA DALAM PERKAWINAN

Demikian jugalah cinta antarasepasang suami isteri sebagai waktidari Allah di dunia ini. Cinta itu telah bersemi dalam hati mereka masing-masing dan Allah telah mengikat mereka dalam perkawinan yang suci.Sebagaimana cinta Allah terhadap manusia, abadi sifatnya, demikian jugacinta dalam perkawinan antara suami dan isteri mempunyai sifat yang abadidan tak terbatalkan oleh siapa pun. Betapa agung dan mulianya cinta itukarena ia merupakan anugerah Sang Cinta sendiri yaitu Allah. Akan tetapi,bagaimana kenyataannya? Untuk hal ini saya akan mengisahkan suatu kisahnyata yang mungkin banyak juga kita jumpai dalam kehidupan kita dewasa ini.

Berawal dari persoalan kecil, akhirnya sebuah keluarga sepakat untuk
berpisah. Yang satu akan mencari jalannya sendiri dan yang lainnya akan menempuh suatu hidup baru. Walaupun sudah bertahun-tahun mereka menikah dan dikaruniai dua orang anak yang merupakan buah dari perkawinan itu, toh di
antara mereka tidak ada kesamaan pendapat untuk mempertahankan kehidupan
rumah tangga mereka. Mereka mengerti sepenuhnya bahwa jalan yang mereka
ambil bukanlah suatu jalan yang terbaik yang dapat menyelesaikan masalah
yang mereka hadapi, tetapi mereka tetap bertahan pada pendirian masing-masing.

Sejak pertemuan pertama 14 tahun yang lalu, keduanya saling mencintai.Sebagai ungkapan dari cinta mereka, keduanya sepakat untuk menikah,membangun suatu keluarga yang bahagia. Suatu keluarga yang dijiwai dandikuasai oleh cinta yang sejati, cinta yang murni; cinta suami pada isteri dan sebaliknya dan cinta anak kepada orang tua dan sebaliknya. Itulah cita-cita mereka. Sejak awal rencana pernikahan, cita-cita itu sudah tertanam dalam hati mereka masing-masing.

Akhirnya hari pernikahan yang mereka nantikan itu sudahlah tiba. Tak ada kekurangan sesuatu apa pun yang menghalangi penikahan itu. Semuanya berjalan dengan lancar. Disaksikan oleh orang tua kedua mempelai' dua insan
ciptaan Allah yang saling mencintai itu; berarak dengan langkah anggun
menuju altar Tuhan. Di bawah tangan seorang imam sebagai alat Tuhan dan
wakil-Nya di dunia ini, mereka berjanji "sehidup-semati" mengarungi samudera
kehidupan rumah tangga mereka. Di hari yang indah dan istimewa itu, semuanya
bahagia. Sebuah gereja tua berdiri dengan kokoh di sana menjadi saksi bisu
peristiwa yang agung ini. Alam semesta; langit yang cerah dan bintang yang
berkedap-kedip di malam hari menjadi saksi kebahagiaan kedua insan.

... Waktu demi waktu mereka tapaki bersama dalam cinta dan kebahagiaan. Tidak ada sesuatu pun yang kurang. Semua kebutuhan tercukupi.Kebahagiaan mereka bertambah ketika Tuhan mengaruniakan anak sebagai buah dari kasih mereka. Apa yang mereka cita-citakan sebelum pernikahan terwujudlah sudah. Mereka mencapai kebahagiaan secara nyata.

Akan tetapi, apa yang terjadi setelahnya? Lama-kelamaan kebahagiaan itu seolah-olah menjauh dari mereka. Apa yang menjadi penyebab semuanya itu?
Semuanya bagaikan seperti kisah menarik dalam Kitab Suci, yaitu kisah leluhur perdana kita yang jatuh dalam dosa. Saat itu kebahagiaan Firdaus yang mereka kecap yang dianugerahkan Allah, sirna dalam sekejap. Demikianlah juga yang dialami keluarga ini. Saat mereka berada di puncak kebahagiaan, tiba-tiba terjadi sesuatu yang berlawanan dengan kebahagiaan itu. Sebagai akibatnya, di sana muncul polusi kurang pengertian, kurang menerima kelemahan sesama. Badai kecurigaan melanda biduk yang sedang berlayar di samudera kehidupan mereka. Lama-kelamaan api cinta yang berkobar dalam hati mereka menjadi semakin redup seperti nyala sebuah pelita yang kehabisan minyak. Kebahagiaan yang mereka alami bertahun-tahun seolah-olah menjadi kenangan belaka. Disana tidak ada lagi kedamaian, tidak ada lagi sukacita, yang ada hanyalah dendam, kebencian dan sakit hati. Di sana hanya ada isak tangis dan tertawaan dangkal. Dalam keadaan seperti itu, siapa yang dapat bertahan? Keluhan demi keluhan terngiang dari dalam hati .......

Kisah tragis kehidupan keluarga di atas merupakan satu dari sekian ribu kisah tragis yang dialami oleh insan-insan rumah tangga dewasa ini. Tak dapat disangkal lagi, ini merupakan suatu kenyataan yang terjadi di dunia kita. Banyak keluarga dewasa ini berada dalam masalah yang pelik dan berada diambang perceraian. Keadaan ini bukan saja terjadi dalam agama non kristen,tetapi juga dalam agama kristen sendiri. Sangat disayangkan dan patut disesalkan karena mereka mengkhianati janji mereka sendiri dalam sakramen perkawinan, sekaligus juga mengkhianati janji setia mereka dihadapan Tuhan. Padahal kehidupan keluarga merupakan masa depan Gereja. Keluarga merupakan tempat lahirnya insan-insan Allah. Akankah kita dapat melaksanakan amanat Injil Kristus jika keluarga kia mengalami perpecahan, mengalami percekcokan,
mengalami perceraian?

SUATU PANGGILAN YANG LUHUR DAN MULIA

Pada halaman pertama Kitab Suci, setelah Allah menciptakan jagat raya, Ia menciptakan manusia; pria dan wanita menurut citra-Nya ..Ia memberkati mereka dan berfirman: "Beranak cucu dan bertambahbanyaklah." Untuk tujuan perkembangbiakkan inilah, Allah menciptakan Hawa. Allah berfirman: "Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja, Aku akan menjadikan seorang penolong yang lain baginya yang sepadan dengan dia".Artinya, partner sederajat dan sangat dekat dengan dia. Maka Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam. Lalu berkatalah Adam: "Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuansebab ia diambil dari laki-laki". Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga ke-duanya menjadi satu daging ...."Saling menyerah dan saling menerima" ini merupakan suatu ungkapan cinta yang sejati dalam perkawinan. Menerima bukan saja kelebihannya tetapi menolak kelemahannya, melainkan mencakup seluruh aspek kepribadiannya.Saling menyerah bukan saja saat suka melainkan juga dalam keadaan duka.Singkatnya menerima dan menyerah apa adanya dan dalam keadaan apa pun. Dalam kenyataannya, ternyata cinta sejati sebagai suami isteri tidak tergantung pada hal-hal lahiriah, berupa kekayaan,
ketampanan, kecantikan, kepandaian,dan lain-lain karena pada kenyataannya
banyak rumah tangga yang mengalami perpecahan justru dari kalangan-kalangan tersebut. Karena semua kekayaan,kecantikan, ketampanan, kepandaian tidak
dapat menggantikan cinta yang sejati, cinta yang murni yang dianugerahkan
Allah. Cinta sejati terletak dalam saling mengerti satu dan yang lainnya. Mengerti pribadi dia sebagai citra Allah dan mau menerimanya sebagai anugerah
Allah. Di sinilah kekuatan dari cinta suami isteri.

Jika hal demikian yang terjadi, maka yakinlah bahwa "Air yang banyak tidak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina". (Kid 8:7) Cinta yang sejati tak dapat dibeli dengan harta, kedudukan, pangkat, kepandaian dan lain-lain. "Sebab cinta kuat seperti mau dan nyalanya seperti nyala api Tuhan". Madah cinta Santo Paulus mencakup segala-galanya: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidak-adilan tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu sabar menanggung segala sesuatu".
Karenanya, panggilan hidup berkeluarga merupakan panggilan yang amat luhur dan mulia karena memang dianugerahkan Allah sendiri dan hidup berkeluarga merupakan wujud nyata dari suatu jawaban manusia terhadap undangan Allah untuk mengambil bagian dalam kodrat-Nya. Tak seorang pun dapat meremehkan panggilan ini. Tanpa panggilan hidup berkeluarga, maka perintah Allah: "Beranakcucu dan bertambah banyaklah" tidak mungkin dapat terwujud. Seandainya panggilan hidup berkeluarga tidak ada, maka panggilan untuk hidup keperawanan demi kerajaan Allah pun tidak mungkin ada. Tidak bermaksud membandingkan satu dengan yang lainnya, keduanya merupakan panggilan Allah yang harus ditanggapi manusia sebagai anugerah yang mulia,luhur dan indah. Karena itu, Santo Yohanes Krisostomus mengatakan:
"Barangsiapa meremehkan perkawinan sekaligus juga merongrong keluhuran
keperawanan, barang siapa memuji perkawinan juga meningkatkan penghormatan terhadap keperawanan" . Justru hidup keperawanan demi Kerajaan Allah ada, karena ada hidup berkeluarga.

PERKAWINAN ITU TAK TERCERAIKAN

"Apa yang telah dipersatukan Allah tak boleh diceraikan manusia" merupakan teks yang sangat kuat dalam Kitab Suci yang diucapkan oleh Yesus sendiri tentang kekuatan dari perkawinan itu. Perkawinan merupakan anugerah Allah. Ia yang mempersaatukan kedua insan. Oleh karena perkawinan merupakan karya Allah bagi manusia maka karya yang suci itu tak dapat dipisahkan atau dibatalkan oleh tangan manusia kecuali ada alasan yang kuat yang berlawanan dengan hukum perwakinan. Dalam iman katolik, perkawinan dimeteraikan oleh tangan Allah sendiri dalam sakramen perkawinan. Olehnya, perkawinan tak akan dan tak dapat diceraikan oleh manusia. Inilah yang merupakan ciri atau kekhasan pernikahan atau perkawinan kristiani terutama katolik. Jika suatu saat terjadi, karena ketegaran hati dan ketidaktaatan terhadap perintah Allah ini, maka itu adalah tanggung jawab setiap pribadi dihadapan Allah."Mereka bukan lagi dua melainkan satu" demikianlah dikatakan Yesus. Adalahsuatu karya Allah ketika Ia mempersatukan Adam dan Hawa. "Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku", karena Hawa diambil dari tulang rusuk Adam. Allah menyatukan kedua insan dan persatuan ini tak terpisahkan. Inilah hakikat perkawinan yang diajarkan Yesus. Seorang bapa Gereja, Tertulianus mengungkapkan hal ini dengan sangat indah: "Bagaimana saya dapat melukiskan kebahagiaan perkawinan, yang disatukan oleh Gereja, dikukuhkan dengan persembahan, dimeteraikan oleh berkat, diwartakan oleh para malaikat dan disahkan oleh Bapa. Betapa mengagumkan pasangan itu; dua orang beriman dengan satu harapan, satu keinginan, satu cara hidup, satu pengapdian, anak-anak dari satu Bapa, abdi dari satu Tuhan. Tak ada pemisahan di antara mereka dalam jiwa maupun dalam raga tetapi sungguh dua dalam satu daging.
Bila dagingnya satu, satu pula roh mereka".

Mengapa Gereja katolik sangat keras dalam hal perkaawinan? Ini karena gereja melihat suatu makna yang dalam dari perintah Tuhan sendiri. "Apa yang dipersaatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia." Mereka (suami isteri) dipanggil untuk tetap bertumbuh dalam kesatuan mereka melalui kesetiaan dari hari ke hari terhadap janji perkawainannya untuk saling menyerahkan diri seutuhnya. Perkawinan katolik dipandang sebagai suatu anugerah Allah dan anugerah Allah adalah baik adanya. Di dalam perkawinan Allah berkarya dengan rahmat-rahmat- Nya. "Sakramen perkawinan adalah tanda untuk perjanjian Kristus dan Gereja. Ia memberi rahmat kepada suami isteri agar saling mencinta dengan cinta, yang dengannya Kristus mencintai Gereja. Dengan demikian rahmat sakramen menyempurnakan cinta manusiawi suami isteri, meneguhkan persatuan yang tak terhapuskan dan menguduskan mereka di jalan menuju hidu abadi" ....

Jadi perkawinan dipandang sebagai awal dari persatuan manusia dengan Allah dalam surga abadi, karena di dalam perkawinan terkandung suatu cinta yang mengarah kepada Allah walaupun dinyatakan kepada pasangan masing-masing.

REFLEKSI

Banyak keluarga dewasa ini, berada di ambang perceraian. Masalah demi masalah menghimpit mereka; kurang pengertian, kurang menerima satu dan yang lain, masalah anak-anak, kurang setia terhadap pasangan, masalah selingkuh, kehadiran orang ketiga dalam hidup, dan lain-lain. Semuanya itu
melemahkan cinta, mengaburkan kesetiaan antara kedua pihak. Siapa yang salah? Tidak bermaksud saling menuduh satu sama lain, hal ini merupakan
kenyataan yang banyak kita jumpai dalam masyarakat dan kehidupan kita. Ketika masalah itu datang silih berganti dan tak tertahankan maka berbagai
keluhan muncul; mencari jalan pintas, "Kita pisah saja!" Itukah jalan yang
terbaik? Dengan begitukah masalah terselesaikan?

Bagaimana dengan anak-anak yang belum mengerti apa-apa namun harus
menanggung akibatnya? Mereka tidak bersalah sedikit pun. Mereka harus
berjuang untuk menerima kenyataan yaitu kehilangan orang tua yang mereka
cintai. Padahal mereka masih membutuhkaan kasih dari orang tua tetapi tidak
mereka temukan dalam keluarga. Bagi seorang anak, orang tua adalah segala-galanya. Dari orang tua ia menerima kasih Allah, dari orang tua ia mengenal siapa Penyelamatnya.

Sungguh sangatlah disayangkan, dari tahun ke tahun angka perceraian semakin meningkat. Padalah keluarga merupakan harapan dan masa depan Gereja Kristus. Perkawinan merupakan pralambang cinta ketiga pribadi ilahi; Bapa, Putera dan Roh Kudus, mencintai tanpa batas, suatu cinta yang tak terbatasi oleh waktu. Inilah cinta abadi. Alangkah indahnya perkawinan itu jika setiap keluarga kristen menyadari hal ini. Lagi pula kehidupan keluarga atau kehidupan berumah tangga merupakan bagian yang penting pada panggilan dalam tubuh mistik Kristus. Dari sanalah anggota-anggota Gereja mulai tumbuh dalam
pengenalan akan Tuhan. Melihat kenyataan ini, walaupun dari satu pihak, masih banyak pasangan katolik yang setia dalam panggilannya apa pun yang terjadi. Maka salah satu pesan Bunda Maria dalam penampaknnya di Medjugorje adalah mendoakan pasangan atau keluarga kristiani supaya senantiasa setia dalam hidup perkawinan dan tetap saling mencintai sampai mati.

Akhirnya cinta dalam perkawinan mencakup segala-galanya. Bukan saja dalam perasaan senang, gembira dan sukacita tetapi juga dalam susah, sedih, dukacita, penderitaan, semuanya ditanggung bersama-sama. Cinta sejati menerima pasangan apa adanya dan mencintainya sampai selama-lamanya. "LOVE ME LITTLE, LOVE ME LONG."

Akhir kata, saya ingin menambahkan sedikit : bahwa didalam hidup perkawinan
kita dua insan harus saling menghormati, menghargai, ada saling pengertian satu sama lain. Katakan maaf apabila kita melakukan kesalahan, katakanlah terima kasih apabila kita diberi sesuatu atau apa saja atau mungkin sepulang dari mengantar pergi dll. Anggaplah suami/istri adalah seorang sahabat, teman
dekat, tempat kita mengungkapkan masalah atau tempat kita meminta nasehat,
tempat kita bergantung padanya ... salinglah melengkapi satu dengan yang lain. Apabila suami/istri bepergian jauh, berikanlah dia tanda salib didahinya dan katakanlah selalu "hati-hati dijalan". Jadi janganlah kita setelah menikah akhirnya menjadikan kita semaunya .......... Hidup dalam perkawinan adalah salah satu panggilan yang indah kalau kita menjalankannya dengan baik dan benar.


In Christo crucifixo
Visi & Misi

No comments: