Sunday, April 15, 2007

renungan Mg Paskah II

"Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."

Rm.Ign.Sumarya SJ

Kis 5:12-16; Why 1:9-11a.12-13. 17-19; Yoh 20:19-31



Tidak percaya kepada Tuhan alias etheis, itulah salah satu keyakinan yang disebarkan-luaskan oleh Komunis atau PKI pada masa Orde Lama. Bagaimana caranya? Berikut saya sampaikan salah satu cara bagaimana mereka menyebar-luaskan keyakinan tersebut kepada anak-anak. Di sebuah Taman Kanak-Kanak seorang guru berkata kepada anak-anak demikian :"Anak-anak apakah Tuhan itu ada?". Maklum karena masih anak-anak maka mereka juga tidak dapat menjawabnya. Maka lebih lanjut guru minta kepada anak agar berkata bersama-sama: "Tuhan, saya minta manisan!". Dan setelah anak-anak tersebut berkata bersama-sama guru bertanya kepada anak-anak: "Apakah ada manisan yang diberikan Tuhan?". Dengan serentak anak-anak menjawab :"Tidak ada..". Kemudian guru berkata kepada anak-anak: "Nah sekarang tutup atau pejamkan mata anak-anak, dan baru dibuka setelah saya perintahkan, sambil berkata 'Bu guru saya minta manisan". Anak-anakpun memejamkan mata sambil berkata bersama :"Bu guru saya minta manisan". Sementara anak-anak memejamkan mata bu guru membagikan manisan kepada anak-anak dan ditaruh di meja yang ada di depan anak-anak. Selesai membagikan manisan guru berkata :"Sekarang buka mata semuanya!" . Anak-anak membuka mata mereka dan dilihatlah manisan di depan mereka masing-masing, dan kemudian guru berkata lagi: " Apakah bu guru memberi manisan?", "Yaaa." jawaban anak serentak. "Siapa yang memberi manisan?", tanya buru guru kepada anak-anak "Bu guruuu..", jawaban anak-anak. "Jadi Tuhan ada atau tidak?", pertanyaan lebih lanjut bu guru. "Tidak..", jawaban anak-anak. Begitulah cara orang membina anak-anak, Memang 'melihat' dan 'tidak melihat' cukup berpengaruh kepada orang yang bersangkutan sebagaimana dialami oleh para rasul yang memperoleh penampakan Yesus yang telah bangkit dari mati. Tomas tidak ada bersama dengan para rasul, teman-temannya, ketika Yesus menampakkan Diri, maka ketika ia diberitahu oleh para rasul perihal penampakan tersebut Tomas berkata : "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya." (Yoh 20:25)

"Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." (Yoh 20:29)

Mata atau indera penglihatan tubuh kita terbatas, dan memang jika dalam hidup ini kita hanya mengandalkan mata tubuh ini saja pasti membuat kita sendiri senantiasa tertinggal dan kecewa. Maka baiklah kita tidak hanya melihat dengan mata tubuh ini saja, melainkan dengan mata hati atau mata iman, artinya kita berani melihat segala sesuatu dengan iman kita, agar kita mampu menghayati dan melihat kehadiran Tuhan di dalam hidup kita sehari-hari, dalam tugas, pekerjaan dan pelayanan kita. Yesus, Tuhan dan Guru kita, yang telah bangkit dari mati kehadiranNya dan karyaNya tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu dan Ia senantiasa hadir dan berkarya melalui RohNya. Kehadiran dan karyaNya antara lain memang dapat kita rasakan, nikmati dalam dan melalui buah-buahnya yang hidup atau berada dalam diri kita maupun sesama kita yaitu : "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23)

Pengalaman para rasul yang mengalami kehadiran Yesus yang telah bangkit dari mati merupakan 'sukacita' luar biasa, maka mereka segera meneruskan 'sukacita' tersebut kepada Tomas yang tidak mengalaminya. Ketidak-percayaan Tomas atas pengalaman suka-cita sesamanya ini kiranya dapat membuat hidup bersama kurang damai dan sejahtera. Maka, kita yang percaya akan wafat dan kebangkitan Yesus, marilah dengan mata hati atau mata iman melihat 'buah-buah Roh' yang tidak lain adalah karya Yesus yang telah bangkit di tengah-tengah hidup dan kebersamaan kita. Hendaknya dengan melihat "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri" yang dihayati atau hidup dalam diri sesama kita, kita semakin beriman atau percaya kepada Tuhan. Tuhan yang tidak kelihatan secara inderawi ini dapat kita lihat dan nikmati dalam dan melalui keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai kehidupan yang dihayati oleh sesama kita.

"Makin lama makin bertambahlah jumlah orang yang percaya kepada Tuhan, baik laki-laki maupun perempuan" (Kis 5:14)

Warta baik yang terjadi di antara atau sebagai buah karya pelayanan para rasul ini kiranya dapat menjadi bahan permenungan kita: karena pelayanan dan hidup kita semakin banyak orang yang percaya kepada Tuhan. Maka baiklah kita renungkan apa tertulis di dalam kibab Wahyu ini : "Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah kepada jemaat." (Why 1:11a). Dengan mata hati beriman kiranya kita telah melihat begitu banyak 'buah-buah Roh' dalam dan melalui sesama kita. Sekiranya kita telah melihat atau mengalami 'kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri', baiklah semuanya itu kita tulis dengan tinta emas dalam hati dan batin kita serta kemudian kita teruskan kepada sesama kita kapanpun dan dimanapun.

Kita semua kiranya adalah orang-orang yang gembira dan damai sejahtera, karena telah menerima dan menghayati anugerah agung dari Allah, yaitu kemenangan atas dosa, dengan kebangkitan Yesus. Tidak ada alasan untuk tidak bergembira atau tidak sejahtera jika kita sungguh beriman kepada Yesus yang telah bangkit. Orang yang bergembira dan damai sejahtera senantiasa menarik dan menjadi daya tarik bagi yang melihatnya untuk mendekat dan bergabung. Di dunia ini rasanya secara phisik yang sungguh senantiasa nampak gembira adalah orang sakit jiwa atau gila. Perhatikan saja: orang yang gila 100% pada umumnya senyum gembira terus dan tidak akan menyakiti yang lain; anak-anak pun senang melihat dan mendekatinya. Maka marilah kita menjadi 'orang gila', tentu saja bukan karena sakit jiwa melainkan kita menjadi 'gila' akan Yesus yang bangkit atau keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai hidup yang menyelamatkan dan membahagiakan.

"Gila" akan keutamaan atau nilai hidup hemat saya berarti berjuang dan berlomba tanpa kenal lelah berbuat baik bagi sesama, sehingga di manapun dan kapanpun kita sungguh menjadi 'pewarta-pewarta kabar baik', hanya meneruskan atau menyampaikan apa yang baik kepada sesama. Ingatlah bahwa 'jadi diri' kita adalah pewarta kabar baik karena kita adalah murid-murid atau pengikut Yesus, Sang Kabar Baik sejati. Rasanya di dunia ini tidak ada yang tidak menghendaki apa yang baik, memang yang menjadi masalah adalah bagaimana mengusahakan apa yang baik tersebut. Karena perbedaan pengalaman atau latar belakang sering kita mengalami kesulitan: sama-sama menghendaki yang baik, tetapi dalam cara bertindak ada perbedaan bahkan sering nampak bertentangan. Maka baiklah jika hal itu terjadi kita tetap bersikap dan bertindak baik artinya menanggapi hal itu dengan 'positive thinking' /berpikir positif, sebagai bukti atau tanda bahwa kita sungguh hidup dari dan oleh Roh, antara lain dengan melihat apa yang baik dalam diri sesama kita yang nampak berbeda tersebut. Kami percaya jika kita semua berani bertindak demikian sabda Yesus :"Berbahagilah mereka yang tidak melihat namun percaya" akan menjadi nyata dalam kehidupan bersama kita.

"Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!Ya TUHAN, berilah kiranya keselamatan! Ya TUHAN, berilah kiranya kemujuran! Diberkatilah dia yang datang dalam nama TUHAN! Kami memberkati kamu dari dalam rumah TUHAN. TUHANlah Allah, Dia menerangi kita" (Mzm 118:24-27a)

Jakarta, 15 April 2007

No comments: